Mukmin Mana yang Paling Cerdas? Ini Jawaban Rasulullah...

Mukmin Mana yang Paling Cerdas? Ini Jawaban Rasulullah...
Dr Zakir Naik
Lebih dari 14 abad yang lalu, para sahabat telah mengetahui mukmin mana yang paling cerdas. Hal itu bermula dari pertanyaan sebagian sahabat kepada Rasulullah.

Ibnu Majah meriwayatkan dalam hadits berderajat hasan. Hadits ini dari Ibnu Umar, bahwa ada seorang Anshar yang menghadap Rasulullah saat Ibnu Umar duduk bersama beliau.

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ : أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا. قَالَ فَأَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ : أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ

Wahai Rasulullah, orang mukmin manakah yang paling utama?” Beliau menjawab, “Orang yang paling baik akhlaknya.” Orang itu bertanya lagi, “Mukmin manakah yang paling cerdas?” Beliau menjawab, “Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling banyak baik persiapannya menghadapi kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang paling cerdas.” (HR. Ibnu Majah)


Orang yang paling cerdas bukanlah orang yang paling tinggi pendidikan formalnya. Apalagi jika tingginya pendidikan formal tidak membuatnya terdidik untuk dekat kepada Allah. Kognitifnya bagus, tetapi karakternya tidak terbentuk. Alih-alih tawadhu’, ia justru merasa paling pintar dan tak mau menerima kebenaran dari orang yang ia anggap tidak lebih terdidik dibandingkan dirinya.

Orang yang paling cerdas juga bukan orang yang wawasannya paling luas. Apalagi jika wawasannya luas namun hatinya sempit. Tak mau menerima nasehat dan tak sudi dinasehati. Ketika salah tak mau diingatkan dan ketika keliru tak mau diluruskan.

Orang yang paling cerdas juga bukan orang yang paling pintar secara akademis. Lalu ia menuhankan akal dan menjadikannya hakim atas ayat dan hadits Nabi. Ia merasa akalnya lebih pintar dari Dzat yang memberinya akal.

Orang yang paling cerdas juga bukan orang yang mampu melihat segala peluang bisnis lalu memenangkannya. Mendapatkan keuntungan dunia sebanyak-banyaknya.

Karena…
Sebanyak-banyak harta terkumpul, setinggi-tinggi pendidikan formal, seluas-luas wawasan, sepintar-pintar akal, jika ia hanya untuk dunia, maka sanggup bertahan berapa lama? 70 tahun? 80 tahun? 100 tahun?


Padahal kematian senantiasa mengintai. Dan kehidupan setelah mati adalah kehidupan abadi. Bukan hitungan tahun dan abad. Apalah artinya kejayaan 70 tahun dibandingkan akhirat yang abadi? Maka orang yang paling cerdas adalah yang paling banyak mengingat kematian dan menyiapkan sebaik-baik bekal untuk menghadapi kehidupan abadi.

[sumber : Kisahikmah.com]